
"Kami meminta agar Bangun Hutagalung selaku Kepala UPT Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah IV Sumut menindak tegas Kedua Perusahaan yang diduga melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan Tindak Pidana Kejahatan Ketenagakerjaan Kekurangan Upah. Dan meminta kedua Perusahaan ini segera membayarkan kekurangan upah klien kami sejak bekerja tahun 2019 sampai dengan tahun 2024" Ucap Alfian Fikri Siregar selaku kuasa hukum pada Jumat (19/9/2025).
Diketahui sebelumnya yakni, A Marwan Sitorus, Palti Pardomuan Lumbantobing dan Bagian Pinonda Manurung diduga tidak menerima upah sesuai ketentuan UMK sejak mereka bekerja ditahun 2019 sampai dengan tahun 2024 di Perusahaan perkebunan PT. Sawwita Unggul Jaya dan PT. Chahaya Sinar Gemilang.
Hal ini sendiri terungkap saat Palti Pardomuan Lumbantobing yang merupakan Supir Tangki dimutasi bersama beberapa orang Supir lainya ke sebuah Perusahaan lain yang diduga berbeda status Badan Hukumnya yang berada di Kalimantan Timur.
"Klien kami menolak mutasi karena tidak adanya kejelasan dari proses mutasi tersebut. Perusahaan hanya memberikan surat mutasi dan memerintahkan klien kami agar segera menuju kelokasi pekerjaan yang baru di Kalimantan Timur." Jelas Alfian
Alfian menduga tindakan mutasi tersebut merupakan cara Perusahaan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak kepada Kliennya dan Pekerja Lainnya.
"Mutasi tersebut dilakukan Seolah-olah demi kebutuhan, padahal kami menduga hal itu dilakukan semata-mata hanya untuk melakukan PHK sepihak kepada Klien kami dan pekerja lainnya. Ironisnya lagi, Perusahaan tidak memberikan hak-hak sesuai aturan mutasi kepada klien kami" tegasnya.
Untuk tindak Pidana Kejahatan Ketenagakerjaan Kekurangan Upah, Alfian merincikan selisi kekurangan upah yang diterima oleh kliennya. Upah yang diterima Palti Pardomuan Lumbantobing sejak 2019 sebesar Rp. 1.800.000/bulan sedangkan A Marwan Sitorus dan Bagian Pinonda Manurung hanya menerima upah sebesar Rp. 1.000.000/bulan.
"Padahal sejak tahun 2019 ketentuan besaran UMK berubah setiap tahun, namun klien kami dan pekerja lainya tidak menerima penyesuaian Upah. Contohnya : tahun 2019 UMK labuhanbatu sebesar RP. 2.668. 223, untuk 2020 dan 2021 sebesar RP. 2.895. 289,' tahun 2022 sebesar Rp. 2.904.569, untuk tahun 2023 sebesar Rp. 3.116.458, dan sedangkan untuk tahun 2024 itu sebesar Rp. 3.228.339" urai Alfiyan memaparkan.
"Atas perhitungan upah yang seperti ini, maka ada kekurangan upah yang sangat jauh dan harus dibayarkan oleh Perusahaan. Ini adalah tindak Pidana Kejahatan Ketenagakerjaan"tegas Alfian
Lebih lanjut, Alfian memaparkan bahwa kekurangan upah untuk Palti Pardomuan Lumbantobing sebesar Rp. 78.612.987,' dan sedangkan untuk A. Marwan Sitorus serta Bagian Pinonda Manurung masing-masing sebesar Rp. 133. 812.997',
"Karena itu, kami meminta agar Kepala UPT Pengawasan Ketenagakerjaan Sumut Wilayah IV segera mendesak kedua Perusahan tersebut untuk membayarkan kekurangan upah dari tahun 2019 hingga mereka diberhentikan" geramnya
Alfian juga menambahkan agar UPT Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah IV mengeluarkan Nota Penetapan terkait dugaan tindak Pidana Ketenagakerjaan penipuan atau penggelapan yang dilakukan oleh pihak Perusahaan.
"Jika tidak ada itikad baik dari Perusahaan, kami minta agar UPT IV melakukan Ultimum Remedium untuk mendesak Perusahaan agar menjalankan kewajibannya" tutup Alfian.
Diberitahukan, untuk mendapatkan kebenaran infomasi terkait perkara dugaan pelanggaran Tindak Pidana Kejahatan Ketenagakerjaan Kekurangan Upah yang dilakukan oleh PT. Sawwita Unggul Jaya dan PT. Chahaya Sinar Gemilang kepada pekerjanya, wartawan mencoba mengkonfirmasi kepada Zakaria selaku HRD melalui pesan singkat Washaap. Hingga berita ini diterbitkan, tidak ada tanggapan dari pihak Perusahaan.(F5)
Jurnalis : Faisal Siregar.
KALI DIBACA